Contoh universalitas islam yang lain dapat kita lihat dalam ibadah sholat. Sholat yang secara bahasa berarti do’a adalah merupakan serangkaian ibadah yang terdiri dari gerakan-gerakan dan perkataan-perkataan yang dimulai dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan membaca salam. Pada awalnya walaupun belum mendapatkan perintah langsung ketentuan-ketentuan baik tentang waktu dan tata-cata mendirikan sholat, Nabi Muhammad SAW beserta para shahabatnya telahpun melakukan sholat seperti didirikanya sholat oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW seperti Nabi Ishak dan Nabi Ya’kub.
Setelah melaksanakan isro dan mi’raj yang menurut pendapat kebanyakan ulama terjadi pada sekitar tahun 620 M. atau 621 M. Atau satu tahun sebelum hijrah Nabi Muhammad ke Kota Madinah, Atau tepatnya pada tangal 27 Rojab pada tahun ke 10 dari kenabian Nabi Muhamad SAW, barulah umat muslim diwajibkan melaksanakan ibadah sholat fardu sebanyak lima kali dalam sehari yang terdiri dari dua rakaat Sholat Shubuh, empat rokaa’at Sholat Dzuhur, empat rakaat Sholat Ashar, tiga rakaat Sholat Maghrib, dan empat rakaat Sholat Isya.
Universalitas dalam sholat selain tercermin dalam prosesinya juga tercermin dari segi bagaimana Nabi Muhammad mengatur tata pelaksanaan sholat tersebut yang dapat dilaksanakan dalam semua keadaan dan sepanjang waktu, sepanjang zaman.
Dalam prosesi pendirian sholat Nabi Muhammad mengatur begitu detilnya. Dalam ibadah sholat ini ada perbuatan dan perkataan-perkataan, dalam perkataan-perkataan itu ada yang diwajibkan terdengar, ada yang diwajibkan dibaca tapi tak perlu dapat didengar oleh orang lain atau dirinya sendiri. Ada juga bacaan yang dalam semua kebiaasaan lain diisyaratkan lebih baik dibacakanya dilanjutkan akan tetapi pada ibadah sholat tidak sisunatkan tidak untuk dilanjutkan, ini seperti pembacaan sholawat pada tasyahud awal setelah membaca “Allohumma sholi ala sayyidina Muhammad” maka kita cukup membaca sholawat tersebut dan tidak disunatkan untuk melanjutkanya.
Ibadah sholat bukan saja merupakan suatu ritual keagamaan, melainkan satu kegiatan olahraga, mungkin sebuah kegiatan pelemasan tubuh, dengan kita mendirikan sholat kita juga melaksanakan olahraga pelemasan dimana kita menggerakan tubuh kita supaya tidak kaku. Ritual sholat menggerakan semua bagian tubuh, dari pelemasan otot perut ketika ruku sampai dengan ruas-ruas jari kaki. Saat takbiratul ikhrom, yang menuntut kita mengucapkan niat dalam hati, bersamaan dengan itu kita mengucapkan kalimah Allohu akbar, ketika itulah kita mengatur napas kita, kita menghela nafas karena harus mengucapkan allohu akbar sambil dalam hati mengucapkan “aku berniat melaksanakan sholat Shubuh (atau yang lain) dua rakaat menhadap kiblat wajib karena Allah ta’ala”.
Sholat fardu lima waktu dilaksanakan dengan penentuan waktu yang telah diatur dan disesuaikan dengan posisi bumi terhadap matahari, bukanya dengan waktu pada putaran jam seperti Sholat Shubuh pada pukul empat pagi, atau Sholat Dzuhur pada pukul dua belas siang, melainkan Sholat Dzuhur dilaksanakan setelah tengah hari yaitu apabila kita berdiri di bawah sinar matahari dan kita menghadap ke arah timur, maka bayangan kita akan berada di depan kita.
Menurut pendapat para ahli kesehatan, kita tidak boleh tidur lebih dari delapan jam berturut-turut. Dengan pengaturan waktu pelaksanaan ibadah sholat seorang muslim akan terhindar dari perbuatan seperti itu, karena apabila kita tidur setelah melakukan ibadah Sholat Isya, maka sebelum delapan jam kita tidur, kita akan bangun karena kita sudah harus melaksanakan ibadah Sholat Shubuh.
Demikian juga halnya dengan ibadah Sholat Dhuhur, setelah bekerja dari pagi, lemaskanlah tubuh kita supaya tidak kaku, supaya pergerakan tubuh kita seimbang dengan mendirikan ibadah Sholat Dzuhur setelah kita melakukan pekerjaan.
Piawainya Nabi Muhammad menyusun ritual ibadah sholat, menyehatkan, sungguh sempurna, dan tidak berbahaya, tiada cela dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Sholat memang dapat didirikan dimana saja, dalam posisi apapun, baik dalam keadaan aman ataupun dalam keadaan perang. Tidak ada kekecualian bagi orang baligh, dan berakal sholat harus didirikan kecuali bagi kaum perempuan dalam beberapa keadaan barulah ia tidak diperbolehkan mendirikan sholat. Dan satu hal yang harus kita ingat bahwa tidak ada qodo (penggantian) dalam ibadah sholat, jadi tak bisa hari ini kita tidak melaksanakan Ibadah Sholat Shubuh lalu besok sekalian kita mendirikanya dua kali. Ini berati dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun kita harus mendirikan sholat, karena memang dalam Agama Islam sudahpun diatur cara bagaimana mendirikan Ibadah Sholat dalam segala keadaan. Bagi orang yang mampu maka dirikanlah sholat dengan berdiri, bagi yang tak mampu berdiri, dirikanlah Ibadah Sholat sambil berbaring, bagi orang yang dalam perjalanan, ada beberapa pilihan yang dapat kita ambil, kita bisa memilih jamak takdim atau jamak ta’hir, bisa juga kita melakukan qoshor. Semuanya sudah diatur bahkan apabila kita bepergian dengan pesawat terbangpun, apabila sudah masuk waktunya kita dapat mendirikan ibadah sholat, dengan cara tetap saja diam di tempat duduk kita, mulailah bersuci dengan cara tayamum, lanjutkan dengan mendirikan sholat hanya dengan menggunakan isyarat anggukan kepala pada setiap perubahan gerakan sholat kita.
Belum ada tanggapan untuk "Universalitas 2"
Posting Komentar