Sosok pahlawan nasional wanita Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien), berasal dari Aceh tepatnya di Wilayah VI Mukim. Cut Nyak Dhien lahir pada Tahun 1848. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang taat beragama Islam, ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia yang merupakan seorang Uleebalang di Wilayah VI Mukim, sedangkan ibunya adalah putri Uleebalang Lampagar.
Cut Nyak Dhien kecil tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang religius, sehingga ia menjadi seorang yang taat beragama. Selain itu beliau juga diajarkan tentang bagaimana menjadi seorang wanita yang baik dalam menjalankan tugas sehari-harinya dalam keluarga dan masyarakat. Bila kita perhatikan dari penuturan di atas ini, ada satu kejangggalan yang kita temukan dalam penggambaran sosok Cut Nyak Dhien saat ini, mungkinkah seorang wanita muslim yang taat beragama tega berfose dengan menanggalkan hijabnya? Kita rasa hal ini tidak mungkin, jadi kita perlu merubah hal ini dengan mengganti citra penggambaran Cut Nyak Dhien dengan foto yang lain yang lebih menggambarkan sesosok wanita muslimah yang taat beragama yaitu sosok Cut Nyak Dhien yang mengenakan Jilbab atau hijab.
Sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku pada saat itu, pada usia 12 tahun Cut Nyak Dhien sudah dinikahkan, ia dinikahkan dengan putera dari Uleebalang Lamnga XIII yang bernama Teuku Cek Ibrahim Lamnga. Teuku Cek Ibrahim Lamnga ini juga merupakan seorang pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda, yang gugur saat bertempur melawan penjajah Belanda pada tanggal 29 Juni 1878 di Gle Tarum. Gugurnya beliau mampu mengobarkan semangat Cut Nyak Dhien untuk terus berperang melawan penjajah Belanda. Hasil dari pernikahan Cut Nyak Dhien dengan Teuku Cek Ibrahim mempunyai seorang anak.
Sepeninggal Teuku Cek Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dhien enggan menikah lagi, kecuali setelah mendapat lamaran dari Teuku Umar, hal inipun salah-satunya disebabkan karena Teuku Umar bersedia untuk mengajak serta Cut Nyak Dhien untuk ikut serta dalam perjuanganya melawan penjajah Belanda. Teuku Umar menikahi Cut Nyak Dhien pada tahun 1880 dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah kedua tokoh pejuang Aceh ini menikah, beliau berdua tidak mengenal lelah untuk terus melawan dan mengusir penjajah Belanda dari Tanah Serambi Mekah ini, hingga akhirnya Teuku Umar gugur di medan laga saat menyerang Belanda di Meulaboh pada Tanggal 11 Februari Tahun 1899.
Setelah suaminya meninggal, walaupun usianya sudah cukup tua dan mengidap beberapa penyakit, Cut Nyak Dhien tetap terus berjuang walaupun pasukanya terus berkurang. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1901 di markasnya di Beutong Le Sageu, Cut Nyak Dhien ditangakap setelah memberi perlawanan sengit. Setelah ditangkap, beliau dibawa ke Banda Aceh dan dipenjarakan disana. Namun karena dikhawatirkan kehadiran beliau tetap terus menyulut semangat para pejuang Aceh, maka akhirnya beliau bersama tahanan politik lainya dibuang ke Sumedang Jawa Barat. Ketika berada di tahanan di Sumedang ini beliau sempat bersama dengan seorang ulama yang bernama Ilyas, yang memberikan julukan “Ibu Perbu” julukan ini diberikan karena Cut Nyak Dhien adalah seorang ahli Agama Islam.
Pada tanggal 6 November 1908 Cut Nyak Dhien wafat, beliau dimakamkan di Gunung Puyuh Sumedang Jawa Barat. Karena Belanda tidak menjelaskan identitas para tahananya, maka makam Cut Nyak Dhien hanya dikenali sebagai makam Ibu Perbu, dan setelah melalui pencarian, makam ini baru ditemukan pada tahun 1959.
Pengakuan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional adalah melaui SK Presiden RI No. 106 Tahun 1964 pada Tanggal 2 Mei 1964. Dan sebagai bentuk tanda afresiasi perjuangan beliau diantaranya:
- Kapal Perang TNI-AL KRI Cut Nyak Dhien
- Nama jalan di beberapa kota
- Gambar pada mata uang pecaha Rp. 10.000
- Film dengan judul “Tjoet Nja’ Dhien”.
Demikianlah biografi Cut Nyak Dhien atau sejarah Cut Nyak Dhien menurut apa yang kami baca. Satu hal perlu kami beritahukan adalah kami tidak tahu yang sesungguhnya karena kami tidak hidup pada masa itu bersama-sama dengan Beliau. Semua yang kami tulis adalah menurut dari apa yang kami baca yang sesuai dengan kepentingan kami. Karena demikianlah sejarah adanya. Semua yang tertulis adalah berdasarkan kepentingan penulisnya. Semua penulis pasti akan menyaring aga sesuai dengan kebutuhan penulisnya. Dan mungkin ini pulalah sebabnya Allah menuliskan sejarah-sejarang kaum terdahulu, maksudnya agar tidak kita rubah-rubah sesuai dengan keinginan kita.
Belum ada tanggapan untuk "Biografi Cut Nyak Dhien"
Posting Komentar