Sejarah Priangan atau Jawa Barat

Catatan sejarah menunjukan bahwa kehidupan masyarakat Jawa Barat dahulu adalah bercocok tanam dengan cara-cara sederhana, kehidupan bercocok tanam mereka ini ditunjang karena sebagaian daerah Jawa Barat dialiri beberapa batang sungai seperti Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Sungai Bekasi, Sungai Ciherang, Sungai Citarum Sungai Cilamaya, dan sungai-sungai lainya.
Selain daripada sungai sungai itu, sebagai sumber air daerah Jawa Barat juga disediakan oleh beberapa danau atau dalam Bahasa Sunda disebut Situ seperti Situ Bandung, Situ Cangkuang dan situ-situ lainya. Situ-situ ini selain sebagai sumber air untuk kehidupan masyarakat dan pengairan untuk ladang, akan tetapi situ-situ ini juga berfungsi sebagai ladang untuk mencari ikan masyarakat. Dan cara penangkapan ikan pada masa itu adalah dengan menggunakan tombak yang berujung mikrolit yang terbuat dari batu obsidian.
Bukti kehidupan prasejarah di atas adalah dengan ditemukanya situs dan artefak di daerah-daerah dataran tinggi Bandung, Pasir Angin, daerah utara Tanggerang, Rengas Dengklok, Kalapa Dua, Lembah Leles Garut, dan Kuningan.
Sedangkan kepercayaan masyarakat jawa Barat pada masa prasejarah ini adalah Animisme dan dinamisme.
clip_image001
Berikut ini adalah rangkaian sejarah Jawa Barat atau Priangan dari masa kemasa yang Corner 23 cuplik dari Bunga Rampai Jawa-Barat. Buah Tangan Manispal Mashun pada Tahun 1991

1.    Priangan Masa Hindu
Masyarakat Sunda pertamakali hadir dalam catatan sejarah diawali dengan berdirinya Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnawarman, kira-kira pada pertengahan abad ke-5 Masehi. Ibukota Negara ini kira-kira berada sekitar tepi sungai daerah Karawang-Bekasi sekarang. Animmisme merupakan kepercayaan masyarakat zaman itu, menganut agama Hindu aliran Wisynu. 
Sumber yang menerangkan mengenai kerajaan ini yaitu sebuah prasasti di Batavia, sebuah prasasti yang terdapat di Kota Kapur bangka, dan sebuah prasasti di Banten, serta 5 prasasti yang terdapat di Bogor. Sedangkan sumber lain telah ditemukan dua buah area Cibuaya, yang merupakan pelengkap bukti cerita Kerajaan Tarumanagara.
Ketika Tarumanagara mengalami kemunduran, di daerah Sunda berdiri beberapa kerajaan kecil, yaitu Kuningan, Galuh , dan Sunda. Kerajaan-kerajaan tersebut bergabung, dan disebut kerajaan Sunda. Ibukota kerajaan ini berpindah-pindah sejak dari Galuh (sekitar Ciamis sekarang) pada awal abad ke 8 Masehi, sampai di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang) tahun 1579 Masehi. mata pencaharian masyarakat jaman itu berladang.
Pada masa perkembangan Sri Baduga Maharaja, kerajaan ini mengalami perkembangan dalam bidang pertanian, dan perniagaan. Adanya beberapa kota pelabuhan seperti Banten, Pontang, Cikande, Tanggerang, Sunda Kalapa, Karawang, dan Cimanuk, merupakan bukti hal tersebut. Keratonnya diberi nama Sri Bhima Untarayana. Ibukota Pakuan pada masa itu dapat dicapai dari Sunda Kalapa dengan menggunakan kapal menyusuri Sungai Ciliwung.
Raja-raja yang memerintah Kerajaan Sunda adalah : Sanjaya (memerintah sekitar tahun 732 Masehi, Maharaja Sri jayabhupai (tahun 1030), Prabu Raja Wastu (tahun 1357), Wastu Kancana (tahun 1371-1475 M),Tohaan (selama tujuh tahun), Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M), prabu Suriawisesa (1521-1535 M), Prabu Rajadewata (1543-1551 M), dan Tohaan Dimajaya (1551-1567).

2.    Priangan Masa Sentuhan Islam Pertama
Salah seorang putera Prabu Buni Sora ialah Bratalegawa yang lahir pada tahun 1350 M. Sebagai saudagar besar, ia sering berlayar ke Sumatera, Semenanjung Cina, Campa, India, Sri Langka, Parsi sampai ke Negri Arab.
Bratalegawa bertemu dengan dengan wanita muslim dari Gujarat yang bernama Farhana binti Muhammad yang kemudian menjadi istrinya. Bratalegawa kemudian memeluk agama Islam dan berhaji, kemudian ia beroleh nama Haji Baharudin al Jawi atau lebih dikenal Haji Purwa Galuh. Hasil perkawinannya dikaruniai anak yang bernama Ahmad dan atau Maulana Saifudin. Maulana Saifudin menikah dengan Rogayah dan dikaruniai puteri yang bernama Khodijah. Kelak Khodijah diperisteri oleh Syech Datuk Kahfi.
Haji Purwa bersama keluarganya merupakan penyebar Agama Islam pertama di wilayah Jawa-Barat. Pesantren pertama didirikan pada tahun 1416  M. Di Pura Dalem Karawang, dan Pesantern yang kedua  didirikan oleh Syech Datuk Kahfi di Amparan Jati. Pada masa itu armada Cina mengadakan perjalanan keliling dipimpin oleh Panglima Cheng Ho yang beragama Islam. Armada ini singgah di Karawang. Di daerah ini turun Syeh Hasanudin yang berasal dari Campa yang ikut bersama Cheng Ho. Armada Cina melanjutkan perjalanannya ke timur dipimpin oleh Ki Gedeng Jumajan.
Syech Hasanudin menikahi Ratna Sondari puteri Ki Gedeng Karawang. Hasil perkawinannya lahir Syech Ahmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Cucu Syech Ahmad yaitu Syech Musanudin yang kelak menjadi lebe di Cirebon dan mempunyai tajung Sang Cipta pada masa Susuhunan Jati. Pesantren Karawang terkenal dengan Pesantren Kuro, yang diantara muridnya terdapat Subanglarang puteri Ki Gedeng Tapa, juru labuh di Muara Jati Cirebon. Puteri ini kelak menjadi permaisuri Kerajaan Pajajaran.
Kesimpulannya bahwa sentuhan Islam di Jawa-Barat terjadi dalam waktu pemerintahan Wastu Kancana. Dimulai oleh Bratalegawa alias Haji Purwa yang kemudian bermukim di Dukuh Pasambangan. Kemudian oleh Syech Hasanudin dari Campa yang mendirikan pondok Kuro di Karawang pada tahun 1416 M.

3.    Priangan Masa Penjajahan
Konflik yang terjadi antara Mataram dan Kompeni dapat diselesaikan yang berbuntut, Mataram menghadiahkan Tanah Sunda (Priangan) menjadi daerah kekuasaan Kompeni. Berangsur-angsur Belanda menanamkan kekuasaanya di Tanah Sunda. Sehingga kemudian di akhir abad ke 19 daerah yang kemudian disebut Jawa-Barat jatuh seluruhnya kepada kekuasaan Kolonial Hindia-Belanda.
Seperti orang Indonesia lainnya, pada awal abad ke-20 orang Sunda-pun mempunyai organisasi untuk meningkatkan kesadaran Nasional. Hal ini di Jawa-Barat dipelopori oleh Paguyuban yang didirikan tanggal 22 September tahun 1914. Pada awalnya paguyuban ini aktif dalam bidang sosial dan budaya, tetapi seterusnya bergerak dalam bidang ekonomi, politik, kepemudaan, kewanitaan, dan pendidikan.
Bangsa Indonesia memasuki era baru, juga bagi orang Sunda. Kemakmuran asia Timur Raya yang diprogramkan membawa masyarakat Indonesia mendukung perang Jepang. Pada masa itu nama Indonesia untuk sebutan bangsa kita disebut dengan terang-terangan. Kegiatan lain yang dilakukan bangsa Indonesia (termasuk orang Sunda) antara lain Kyoren (latihan baris-berbaris), Seinendran (kepemudaan), Keibodan (semacam L.B.D.), hinrihosi (semacam kerja paksa), Tonarigemi (semacam Rw dan RT), Fujikan (organisasi wanita), Romusha (kerja paksa), dan Heiho (tentara Jepang terdiri dari orang-orang pribumi). Jepang yang datang ke Indoneasia dipandang sebagai saudara tua oleh bangsa kita, tetapi pada akhirnya jelas sebagai penjajah.

4.    Priangan Awal Kemerdekaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pemerintahan daerah seluruh Indonesia baru ditetapkan kedudukannya dalam rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945. Dalam rapat itu ditetapkan untuk sementara wilayah Indonesia dibagi ke dalam 8 propinsi, dibagi-bagi lagi ke dalam keresidenan-keresidenan dibantu tingkat pemerintah bawahannya untuk sementara berlaku ketentuan-ketentuan sebelumnya. Pembentukan daerah Jawa-Barat, didahului dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah. KDID di Jawa-Barat diawali dengan dibentuknya Keresidenan Priangan, pada tanggal 24 Agustus 1945. KNID dibentuk dibawah pimpinan R.S. Suradiraja, Keresidenan Cirebon dikepalai Dr. Sudarsono. Selanjutnya didirikan pula KNID pada tingkat Kabupaten/ Kotapraja, Kewedanaan dan Kecamatan diseluruh Jawa-Barat. Kemudian pada tanggal 9 September 1945 terbentuklah KNID Jawa-Barat yang diketahui oleh Oto Iskandardinata, dengan wakil ketua I Dr. Suratman Erwin, Wakil Ketua II Mr. Samsudin dan anggota-anggotanya/ komisaris daaerah yaitu Zulkarnaen Kartalegawa (Banten), Mr. Muh. Rum (jakarta), Suradiraja (Bogor), Nawawi Arief (Cirebon), Niti Somantri (Priangan), dan Hiswara sebagai sekertaris. Selanjutnya KNID ditetapkan sebagai Badan Daerah pada tanggal 23 November 1945.
Dalam upaya melengkapi struktur pemerintahan daerah atas usul Badan Pekerja KNID pada tanggal 23 Oktober 1945 Pemerintah RI menetapkan Undang-Undang No.1 yang mengatur Komite Nasional daerah sebagai salah satu alat perlengkapan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah.
Kelanjutan dari Undang-Undang tersebut disimpulkan bahwa Provinsi Jawa-Barat dibagi dalam 5 kota otonomi. Keresidenan Jakarta, residenya 'Sewaka' meliputi Kabupaten Jakarta, Jatinegara,  Karawang dan Kota otonomi Jakarta. Keresidenan Banten dengan Residen 'Tirta Suyatna' miliputi Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak. Keresidenan Cirebon residenya 'Dr.Mujani', meliputi Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Kota Otonomi Cirebon. Keresidenan Bogor dengan residen R.I.M. Sirodz, meliputi Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Kota Otonomi Bogor dan Sukabumi.
Pusat pemerintahan Provinsi Jawa-Barat mula-mula berkedudukan di Jakarta, akan tetapi kemudian berpindah ke Kota Bandung (UU/1950/11). Pada bulan-bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintahan di Jawa-Barat masih belum  jelas, masa itu merupakan transisi masa pendudukan Jepang yang menitik beratkan pada peranan provinsi sebagai sentral pemerintahan daerah. Perkembangan selanjutnya pemerintahan keresidenan dihapuskan (UU/1950/11) dan ditetapkan menjadi provinsi Daerah Tingkat I Jawa-Barat.
Itulah sekilah sejarah Priangan atau Jawa Barat yang dapat Corner 23 bagikan, walaupun hanya sekilas dan tidak sampai pada masa sekarang, admin berharap semoga artikel ini ada manfaatnya.
clip_image002clip_image003clip_image004clip_image005

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Priangan atau Jawa Barat"

Posting Komentar