Asuransi Jiwa adalah Warisan untuk Keluarga

Asuransi Jiwa adalah Warisan untuk KeluargaDi satu daerah di pinggiran sebuah kota pada satu sore yang cerah, seorang lelaki tengah duduk santai di sebuah ruangan yang di ruangan tersebut mengalun sebuah lagu dari Iwan Fals yang berjudul “Libur Kecil Kaum Kusam”, seorang lelaki yang tengah duduk santai setelah melakukan aktifitas berdagangnya hari itu. Entah terinspirasi oleh lagu yang ia dengarkan atau mungkin karena sudah menjadi kebiasaanya, setelah meneguk kopi yang dihidangkan oleh isterinya, ia nyalakan sebatang rkok, dalam hisapanya yang cukup dalam benaknya melayang dan menghadirkan pikiran dalam benaknya: “Bila kemarin daganganku cukup banyak yang laku, hari ini hanya sedikit saja yang terjual, hari besok bagaimana ya….? Mungkinkah akan mendapat untung banyak? Akankah usahaku ini berlangsung baik dan bertahan hingga usia tuaku?.... ya… Robb aku hanya berusaha sebaik yang aku mampu, semoga saja segala cita, asa bahkan kata hati dan khayalanku Kau jadikan sebagai do’a-doaku, yang semoga saja sama dengan qodho dan qodarMu untuku”. Sambil memberikan waktu untuknya menghela nafas dengan tenang, sedikit penulis ceritakan tentang siapa sebenarnya lelaki tersebut.
Dia adalah seorang lelaki biasa usia 40-an yang berasal dari keluarga biasa juga, pekerjaanya sehari-hari adalah berdagang.  Ia sudah berkeluarga dan mempunyai seorang isteri dan dua orang anak, anak yang pertama duduk di kelas VIII sekolah menengah pertama dan anak yang kedua baru duduk di kelas I Madrasah Ibtidaiyah.
“Jangan khawatir ya… nanti pasti aku tangkap!” ini adalah iklan ditelevisi. “Asuransi…. Ya… asuransi” si lelaki bergumam, “Ya… mungkin aku harus mengasuransikan jiwaku, demi isteri, anak dan keluargaku nanti apabila Rabb tiba-tiba mengambil nyawaku. Aku harus mengasuransikan jiwaku supaya apabila aku nanti mati, istriku tidak kebingungan masalah biaya untuk meneruskan kehidupan, membiayai pendidikan anak-anaku, karena aku belum mempunyai asset untuk ku wariskan, karena usahaku belum bisa menjamin masa depan keluarga, karena aku tak tahu kapan Rabbi akan mengambil nyawa dari tubuhku ini”. Gumamnya dalam hati. “Mengapa tidak memilih cara menabung?!..... bila saja usiaku tinggal 10 tahun lagi maka apabila aku menabung sekian maka hasilnya adalah sekian juta, cukupkah…..? mana mungkin cukup…. Tapi apabila aku bergabung dengan asuransi dan aku membayar premi sebesar yang kutabungku, maka apabila aku mati akan mendapat manfaat dari asuransi itu sebesar sekian ratus juta. Nah…., kalau jumlahnya sekian insyaAllah akan cukup untuk keluargaku meneruskan kehidupan”.  Sang lelaki masih terus bergumam dalam hatinya. Di gumaman berikutnya : “Koq bisa ya… asuransi memberikan manfaat begitu besar, berlipat-lipat jumlahnya dari premi yang kita bayarkan?! Halalkah?”. Setelah itu dia beranjak mencari sesuatu diantara tumpukan kertas di bawah meja sebelah kursi yang ia duduki, dan dia menemukan sebuah selebaran yang dibagikan oleh konsultan asuransi, dan kemudian dia membacanya. Setelah sejenak membacanya dia berbicara pada dirinya sendiri: “Oh… jadi asuransi syari’ah itu legal karena ada undang-undang yang melindunginya, dan halal karena ada dalil dalam Al-Qur’an yang menghalalkanya. Lalu kenapa pihak asuransi bisa memberikan manfaat besar sekali bahkan berlipat-lipat dari jumlah premi yang kita bayarkan? Itu karena sebagaian dari jumlah premi yang para pemegang polis bayar, dikumpulkan dan dikelola oleh pihak asuransi, ada yang digunakan untuk menjadi modal usaha, dan ada juga yang diperdagangkan di pasar saham. Dan bagi asuransi syari’ah mereka mengelola usaha dalam bidang-bidang usaha yang halal dan sahamnyapun diperdagangkan di bursa saham syari’ah, bahkan untuk usaha-usaha mereka, mereka bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia untuk menempatkan petugasnya untuk memantau usaha-usaha yang dijalankan oleh pihak Asuransi syariah tersebut. Alhamdulillah, kini aku paham, dan sekarang aku yakin, bahkan insyaAllah aku akan mengasuransikan jiwaku dengan asuransi syari’ah”.
Kisah sang lelaki yang berbicara dengan dirinyapun berakhir ketika putri kecilnya yang duduk di kelas satu SD itu berpamitan untuk pergi ke pengajian, untuk menimba ilmu agama di madrasah.   

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Asuransi Jiwa adalah Warisan untuk Keluarga"

Posting Komentar