Menimbang adalah suatu kegiatan/ pekerjaan yang bertujuan untuk mengukur/ menentukan berat suatu benda dengan menggunakan sebuah neraca/ timbangan. Jenis-jenis timbangan banyak sekali, berdasarkan kategori sistem kerjanya kita menemukan timbangan yang menggunakan sistem digital, timbangan hibrid dan timbangan manual. Berdasarkan penggunaanya timbangan dapat dibagikan kepada beberapa jenis diantaranya Timbangan Badan, Timbangan Gantung, Timbangan Lantai, Timbangan Duduk, Timbangan Meja, Timbangan Counting, Timbangan Platform, Timbangan Hewan/Ternak, dan Timbangan Emas, yaitu jenis timbangan yang memiliki akurasi tinggi untuk mengukur massa emas (logam mulia).
Untuk masa sekarang ini sesungguhnya bukanlah merupakan sesuatu yang sulit apabila kita bermaksud untuk menimbang massa/ berat dari sesuatu yang besar sekalipun, seperti mobil, kerbau, ataupun gajah sekalipun. Apabila kita memelihara seekor gajah dan kita ingin mengetahui berat berat badan gajah tersebut, untuk masa sekarang ini itu merupakan hal yang mudah saja, kita tinggal membawa gajah tersebut ke atas timbangan lantai, atau kita tinggal menaikan gajah tersebut ke atas mobil lalu kita bawa ke jembatan timbang maka kita akan dapat dengan mudah menimbang gajah tersebut, bahkan kita akan dapat mengetahui berat mobilnya sekalian.
Berbeda masalahnya apabila kita hidup pada masa belum ditemukanya jenis timbangan lantai yang mampu untuk menimbang berat suatu barang yang besar dan berat sekali. Untuk mengatasi masalah ini kita akan merujuk kepada satu referensi dari Abu Nawas. Sebelum kita melanjutkan pokok bahasan ini terlebih dahulu Corner 23 ingin mengingatkan tentang siapa Abu Nawas yang terkenal tersebut.
Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M.) di kota Ahvaz di Negeri Persia (Iran sekarang). Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan dianggap sebagai salah-satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya berdarah bangsa Arab, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Abu Nawas muda merupakan seorang seniman nyentrik, bahkan banyak karya seninya yang kontroversi, bahkan adapula yang berisi maksiat, sampai pada suatu masa Abu Nawas harus mendekam di dalam penjara. Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah.
Namun di masa tuanya, Abu Nuwas berubah menjadi seorang sufi. Penyesalan dan pertobatannya dia ungkapkan lewat puisi-puisinya yang bertema zuhdiyat (kehidupan zuhud). Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, di akhir hayat Abu Nawas mengisi kehidupannya dengan ibadah.
Simaklah puisi pertobatan yang ditulisnya: ”Tuhan, Jika dosaku semakin membesar, sungguh aku tahu ampunanmu jauh lebih besar. Jika hanya orang-orang baik yang berseru kepada-Mu, lantas kepada siapa seorang pendosa harus mengadu?” Secara umum, puisi dan syair yang ditulisnya terdiri dari beberapa tema. Ada yang bertema pujian (madah), satire (hija’), zuhud (zuhdiyat), bahaya minum khamar (khumriyat), cinta (hazaliyat), serta canda (mujuniyah). Sejumlah puisi Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas yang telah dicetak dalam berbagai bahasa.
Ada yang diterbitkan di Wina, Austria (1885), di Greifswald (1861), cetakan litrografi di Kairo, Mesir (1277 H/1860 M), Beirut, Lebanon (1301 H/1884 M), Bombay, India (1312 H/1894 M). Beberapa manuskrip puisinya tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden, Bodliana, dan Mosul. Pada tahun 1855, kumpulan puisinya diedit oleh A Von Kremer dengan judul Diwans des Abu Nowas des Grosten Lyrischen Dichters der Araber.
Ketokohan figur Abu Nawas ternyata tak hanya diakui umat Islam, namun juga oleh orang-orang Barat. Mereka memandang karya-karya Abu Nuwas adalah sebuah kekayaan peradaban dunia dari abad pertengahan yang begitu berharga. Sayangnya, umat Islam terkadang tak menyadarinya bisa pula tak mengetahuinya sama sekali.
Kembali kepada pokok bahasan cara mudah menimbang gajah; cara mudah menimbang gajah pada satu masa atau pada suatu ketika kita tidak menemukan timbangan yang besar yang mampu untuk menimbang gajah secara langsung, disini Abu Nawas memberikan satu trik dengan cara:
Sebelum kita menimbang gajah, terlebih dahulu kita sediakan alat-alat sebagai berikut:
1. Kita cari kolam yang cukup besar
2. Kita cari perahu yang mampu memuat seekor gajah
3. Timbangan, yang mampu menimbang beberap kilogrampun tak apa
4. Beberapa bongkah batu yang masing-masing bongkahan batu tersebut dapat kita timbang dengan timbangan yang kita miliki pada no. 3
5. Penanda, yang kita perlukan disini adalah sesuatu yang dapat kita gunakan untuk menandai perahu dan tidak luntur oleh air, misalnya cat.
Langkah-langkah menimbang gajah:
1. Kita naikan gajah ke atas perahu;
2. Setelah posisinya statis, kita tandai dinding perahu dengan cat pada batas permukaan air;
3. Turunkan sang gajah, lalu gantikan dengan bongkahan-bongkahan batu sampai mencapai tanda yang sudah kita buat saat muatanya gajah;
4. Timbanglah berat bongkahan-bongkahan batu tersebut pada timbangan, dan itulah berat badan gajah kita.
Belum ada tanggapan untuk "Cara Mudah Menimbang Gajah"
Posting Komentar